Senin, 04 April 2016

PUMUMUAN KEONG DAN BURUNG CAMAR



Dahulu, sebelum pulau Siberut dihuni manusia, pulau ini hanya sebuah pulau yang gersang dan tandus. Disana hiduplah sekelompok burung camar. Kelompok burung camar itu dipimpin oleh Si Pokai. Dia dikenal baik hati dan suka menolong. Karena sifatnya itu Si Pokai sangat dihormati.
Karena tempat  mereka tandus, banyak burung camar yang kepanasan. Bulu-bulu mereka terbakar oleh sinar matahari. Melihat keadaan itu, Si Pokai menjadi sedih dan selalu berfikir. Si Pokai akhirnya terbang kepulau lain. Ia berusaha mencari cara agar teman-temannya tidak lagi kepanasan oleh sinar matahari. Di pulau tempat Si Pokai terbang, ia melihat pohon yang tumbuh subur di tepi pantai. Si Pokai mendekati pohon itu.

”Pohon ini hanya bisa tumbuh di tepi pantai, jika aku tanam di daerahku tentu bisa menjadi tempat berlindung bagi saudara-saudaraku”. Kata Si Pokai dalam hati. Sementara itu, di pulau Siberut teman-teman Si Pokai sibuk mencari Si Pokai. Mereka sudah mencari kesana-kemari, namun mereka tidak menemukan Si Pokai.
Akhirnya teman-teman Si Pokai menghentikan pencariannya. Mereka memutuskan untuk menunggu saja. Mereka berharap Si Pokai akan kembali. Setelah tujuh hari berlalu, Si Pokai kembali ke teman-temannya.
”Si Pokai pulang ! Si Pokai pulang !”, teriak mereka.
Teman-teman Si Pokai menyambut kedatangannya dengan gembira. Setelah kedatangan Si Pokai, kelompok camar mengadakan pertemuan. Si Pokai menceritakan pengalamannya selama di pulau seberang. Selain itu, Si Pokai juga memperlihatkan buah pohon yang dibawanya.
”Saudara-saudaraku, benda yang saya bawa ini adalah buah pohon dari seberang. Saya melihat buah pohon ini bisa tumbuh di pantai. Saya yakin disini bisa tumbuh juga”.
”Mari kita tanam buah pohon ini. Kalau tumbuh pohon ini akan memberi perlindungan sampai ke anak cucu kita”. Kata Si Pokai.
Mereka pergi menanam buah pohon itu dengan gembira. Ketika menanam buah pohon Si Pokai mengucapkan mantara:
Simatalu, kuurep ekeu kineiget buat loina nene’
sibailiu bakkat suksukmai sasarainangku
kagogoi ki neneiget teret buru-buru
kaule nu puurau simaruei .
kek murimanua ekeu ake kungan onim “bakkat “
bule ibailiu ekeu repdemenmai sasarainangku
(Artinya: Keberuntungan saya menanam buah pohon ini, jadilah perlindungan kami, hari ini dan selama-lamanya, tumbuh besarlah segera, jika engkau hidup akan ku beri nama; “bakkat” biar menjadi kenangan bagi kami semua)
Buah pohon yang di tanam Si Pokai telah tumbuh menjadi pohon besar. Si pokai dan teman-temannya merasa gembira. Mereka memberi nama pohon itu bakat (pohon bakau). Si Pokai berkata, ”Saudara-saudaraku untuk menyambut kegembiraan ini, kita akan mengadakan punen (pesta adat) sebagai rasa syukur”.
Punen/Pesta akan segera diadakan. Para camar mengundang sahabat-sahabatnya untuk ikut memeriahkan pesta itu. Mereka mengundang Beo, Rangkong, Elang, Tupai, Rusa, Kepiting, Biawak, dan banyak hewan lainnya. Mereka semua bergembira. Para tamu dihidangkan berbagai buah-buahan, mereka makan sepuasnya. Setelah itu, Si Pokai juga mengajak para tamu berkeliling pulau Siberut. Karena banyak makan buah-buahan, selama berkeliling banyak para tamu itu yang buang kotoran.
Ternyata kotoran mereka juga berupa biji-bijian dari buah yang mereka makan. Biji-bijian yang tersebar dari buang kotoran para sahabat burung camar itu, tumbuh menjadi pohon-pohon yang besar dan rindang. Setelah banyak pohon yang tumbuh, pulau Siberut menjadi hijau dan teduh. Hewan-hewan lainpun banyak yang hidup disana.
Suatu sore saat Si Pokkai menyusuri pantai, ia mendengar suara.
“Mau kemana saudara?”, suara itu terdengar sayup.
Si Pokkai berhenti dan menoleh kebelakang. Tetapi tidak tampak siapa pun. Dari depan ia melihat seekor hewan sedang berjalan pelan mendekatinya.
“ Siapakah saudara?”, Si Pokkai bertanya
”Saya dari kelompok keong. Kami hidup diakar-akar pohon yang kalian tanam itu. Kami berharap diijinkan menempati akar-akar itu. Kami ingin hidup di sana.”  Kata labbau pada Si Pokkai.
”Silahkan saudara-saudara hidup disana”, jawab Si Pokkai.
“Terima kasih”, kata labbau. Lalu Si Pokkai pun melanjutkan perjalanan
Saat melanjutkan perjalanan, Si Pokkai merasa sakit kepala dan menggigil. Dia memutuskan untuk kembali ketempat perkumpulan para camar.
Sesampainya disana, si Pokkai langsung terjatuh. Melihat itu, para camar terkejut. Seekor burung camar lain yang bernama Si Loket langsung menyuruh dua camar, Ropru dan Tekap, pergi mencari obat. Lalu keduanya  langsung terbang menuju puncak gunung.
“Wah, ternyata disini banyak pohon,” kata Si Ropru.
”Baru kali ini kita melihatnya”, balas Si Tekap.
Si Ropru dan Si Tekap mulai memetik daun-daun pohon untuk obat Si Pokai. Setelah itu mereka pulang sambil membawa daun obat yang baru mereka petik.
Sayangnya saat mereka sampai si Pokkai telah tiada. Para camar sedih kehilangan pemimpin yang baik hati dan suka menolong. Berita kematian Si Pokkai tersebar kemana-mana. Kelompok labbau juga mendengar berita kematian Si Pokkai. Mereka pergi ke tempat kelompok camar untuk menunjukkan kesedihannya.
Setelah kepergian Si Pokkai, pemimpin kelompok camar digantikan oleh anak Si Pokai yang bernama Si Boak. Tetapi watak Si Boak berbeda dengan ayahnya. Ia sangat angkuh dan sombong. Banyak temannya yang tidak menyukainya.
Pada suatu pagi burung-burung camar berkumpul di rimbunan pohon bakau. Si Boak datang dan tampil ke depan dengan sombong dan angkuh.
“Hai para camar, aku sekarang adalah pemimpin kalian. Aku tidak ingin ada kelompok lain berada di wilayah kekuasaanku. Mereka harus diusir”, kata Si Boak.
Tiba-tiba terdengar suara labbau, “Hai Saudara Boak, jangan berkata seperti itu, Tidak mungkin orang hidup tanpa orang lain”.
“Hei siapa kau?”, kata Si Boak yang sedang marah.
“Maafkan saya, bukan saya meremehkan Saudara. Kalau saudara mengusir kami, dimana kamii akan tinggal?”, kata si Labbau.
“Kau hanya makhluk lemah dan tidak pantas berbicara. Apa kehebatanmu, ayo kita bertanding!”, tantang Si Boak.
“Saya tantang saudara mengeliling pulau ini. Jika saudara kalah, maka kami tetap tinggal di akar bakau. Tetapi kalau saya kalah, kami akan pergi dari sini”, kata Labbau.
”Baik saya setuju, kita bertanding besok”, balas Si Boak.
Pagi pun tiba. Sebelum pergi ke tempat pertandingan para keong menyebar di sepanjang jalur pertandingan. Sementara di tempat para camar, Si Boak sudah menunggu. siap memulai pertandingan.
“Bagaimana keong, kamu sudah siap?”, kata Si Boak dengan angkuhnya,
 “Saya sudah siap”, jawab keong.
Mereka pun bersiap-siap untuk berlari. Pertandingan dimulai. Si Boak berlari dengan cara terbang. Sedangkan Si Keong merangkak di tanah. Ketika melewati pohon-pohon Bakau Si Keong mengambil kesempatan untuk menyelinap ke akar-akar bakau.;
“Dimana Kamu Keong?” tanya Si Boak sambil terbang.
“Saya ada disini”, jawab keong lain yang sedang menunggu di jalur pertandingan.
Mendengar jawaban itu, Si Boak menambah kekuatan terbangnya.
“Dimana Kamu Keong?”, tanya Si Boak lagi, setelah terbang beberapa jauh.
“Ya, saya ada disini”, jawab keong yang lain lagi,
Si Boak semakin menambah kecepatan terbangnya. Dia khawatir Si Keong dapat mendahuluinya. Setiap dia bertanya, Si Keong selalu menjawab di depannya.
Sampai akhirnya Si Boak tidak kuat lagi untuk menambah kecepatannya. Sayapnya mulai letih. Akhirnya ia terjatuh di laut dan dimakan ikan hiu. Tamatlah riwayat Si Boak dalam pertandingan melawan keong. Kelompok keong akhirnya bisa mempertahankan tempat tinggal mereka
Setelah kejadian itu, berkumpulah semua Keong melakukan pesta kemenangan mereka. Sedangkan kelompok camar sedih atas kematian Si Boak, walaupun mereka tidak suka kepemimpinannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar